Cerita dari Nelayan Cilincing Ketika Melaut

Written By bopuluh on Minggu, 11 November 2012 | 23.36

JAKARTA, KOMPAS.com - Menjajaki Perkampungan Nelayan di Cilincing, Jakarta Utara, pemandangan sederet perahu-perahu nelayan tampak tengah 'parkir' di ujung sebuah sungai yang bermuara di laut. Dari kapal tradisional bermateri kayu itu ratusan orang menggantungkan hidup dari melaut menangkap ikan.

Bagi mereka para nelayan, 'menjaring' rezeki dari hasil tangkapan laut, bergantung nasib mujur untuk bisa mendapatkan tangkapan ikan melimpah. Cuaca, arus gelombang laut yang kuat, sampai jaring tersangkut menjadi tantangan di kala mencari ikan.

Seorang nelayan di sana, Raska (48), mengaku sudah sejak tahun 1979 mencari nafkah menggeluti profesi itu. Setelah berbincang-bincang dan mendengar ceritanya, ikan yang bisa diperoleh dan dibeli dengan mudah masyarakat di pasar atau tempat perbelanjaan, ternyata didapati dengan perjuangan oleh mereka para nelayan.

"Kendalanya sih gelombang, karena lumayan jauh ada 10 kilo dari sini ke tempat menangkap ikan. Kadang hujan deras sama angin bikin kabut, ya namanya alam," kata Raska, kepada Kompas.com, Minggu (11/11/2012).

Pergi melaut juga bukan 'asal' jalan begitu saja, berjam-jam terapung-apung di laut tentu membutuhkan persedian makan dan minum secukupnya. Berbeda dengan di darat, membawa perbekalan menjadi wajib ketika hendak melaut. Dari perbekalan yang dibawa kemudian dimasak di atas kapal, di sela-sela tengah mencari ikan. Selain itu, kebutuhan bahan bakar untuk mesin motor laut juga harus selelau terisi.

"Ya, kalau melaut bawa bekal, bawa kompor buat masak, bawa beras, mi goreng, kopi, gula, rokok. Ngisi solar dua puluh lima liter buat mesin sama bensin enam liter buat lampu tembak. Modalnya kira-kira 300 ribu sekali berangkat," ujar Raska.

Peralatan yang digunakan bisa di bilang sederhana. Maklum bukan menggunakan teknologi canggih seperti sonar untuk mendeteksi keberadaan ikan layaknya di luar negeri, tetapi berdasarkan pengalaman puluhan tahun yang menuntun nelayan disana mengetahui keberadaan ikan.

"Nggak tentu di mana, pakai feeling dari pengalaman sama lihat arah angin. Ya enggak ada alat-alat canggih, namanya juga nelayan tradisional," kata pria empat anak itu.

Cara menangkap ikan mengunakan jaring cukup lebar. Untuk menyebut ukuran, nelayan di sana mengenal istilah depa. Raska mengatakan, saat melaut membawa jaring berukuran 37 x 25 depa. Dengan jaring itu, kumpulan ikan dikepung kemudian dikurung saat jaring ditebar keliling.

"Misalnya di sini perahu, terus di sana ada kumpulan ikan, ujung jaring yang ada timah buat pemberat dilepas. Perahunya tinggal muterin jadi dikurung ikannya," kata Raska.

Setelah ikan berhasil dijaring, jala pun diangkat dan ikan yang tersangkut kemudian dipindahkan ke dalam boks-boks yang telah terisi es batu agar ikan tetap segar sampai dibawa kembali ke darat.

Saat di darat, ikan biasanya langsung dipesan dengan dilelang kepada pembeli yang akan menjualnya lagi ke pasar.

Budi Abdullah (38), pemilik empat kapal nelayan kecil yang mempekerjakan Raska sebagai nelayan salah satu perahunya bercerita tidaklah mudah menjalani hidup sebagai nelayan. Ia tahu betul kendala-kendala yang dihadapi anak buahnya. Dari mulai berangkat misalnya, kocek yang harus dirogok sebesar Rp 300.000. Jika nasib mujur dengan tangkapan banyak bisa mendapat jutaan rupiah dan menjadi keuntungan. Tetapi apabila sial tengah datang, pulang dengan beberapa ekor ikan saja pernah dialami nelayannya.

"Berangkat bawa bekal kadang ngambil bekal dulu di warung (mengutang). Kesulitannya ya kalau berangkat tapi terus pulang kosong (sedikit tangkapan) gimana mau bayar bekal yang diambil di warung. Kalau nelayan itu singkatnya gini, kalau lagi dapat banyak (ikan) kalung (perhiasan) gede juga kebeli. Tapi kalau lagi kosong, ya dijual lagi," ujarnya mengandaikan.

Satu kapal miliknya biasa diikuti tujuh sampai sepuluh orang awak sekali melaut. Nelayan di sana biasanya mencari ikan pada sore hingga malam hari. Menurut Budi, hasil penjualan ikan akan dibagi-bagi kepada nelayannya. Jumlahnya pun tak menentu, susuai dengan hasil tangkapan.

Di samping itu, kini nelayan-nelayan tradisional harus bersaing dengan kapal-kapal kayu berukurang agak besar yang beroperasi dengan cara-cara melanggar hukum menggunakan pukat harimau.

Budi mengatakan, seringkali kapal-kapal dengan pukat harimau itu menjaring ikan dekat dengan wilayah nelayan tradisional kecil menangkap ikan. Hal itu menurutnya meresahkan dan membuat turun hasil tangkapan ikan. Dia berharap, ada upaya tindakan tegas kepada para pengguna pukat harimau yang dinilainya melanggar hukum dan merusak ekosistem laut itu.

Editor :

Hertanto Soebijoto


Anda sedang membaca artikel tentang

Cerita dari Nelayan Cilincing Ketika Melaut

Dengan url

http://mitoraboutpregnancy.blogspot.com/2012/11/cerita-dari-nelayan-cilincing-ketika.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Cerita dari Nelayan Cilincing Ketika Melaut

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Cerita dari Nelayan Cilincing Ketika Melaut

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger