KOMPAS.com - Suara ketukan pintu yang terdengar keras di rumah dinas membuyarkan konsentrasi ibadah shalat Maghrib saya kala itu.
"Dok…tolong pasien perdarahan gawat," teriak petugas Puskesmas pada rakaat kedua.
Saya pun segera menyelesaikan raka'at sisa, dan meluncur ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Puskesmas Tosari.
Benar saja, seorang wanita usia paruh baya sudah terbaring tidak berdaya dengan darah berlumuran di wajahnya. Bahkan lantai IGD sudah bersimbah darah. Kali ini, kasusnya bukan karena kecelakaan. Saya sempat diam dan terkejut memadangi wajah wanita tersebut.
"Lho bukannya ini ibu yang tadi siang?", tanya saya ingin memastikan.
Dan ternyata benar. Ibu Mawar, sebut saja begitu, memang pasien yang tadi siang baik-baik saja. Ia datang berobat ke Puskesmas hanya karena mengeluh perutnya sakit dan memang jadwalnya suntik KB. Namun, karena mencurigai berat badannya yang makin menurun dan bayinya pernah diobati Tuberkulosis (TB), maka kami memeriksa dahaknya dan ternyata hasilnya positif. Ya…Ibu Mawar menderita TB yang lebih dikenal masyarakat awam sebagai flek paru-paru.
TB mengancam jiwa
Ibu Mawar datang dengan batuk darah hebat, sangat hebat malah untuk fenomena sebuah batuk darah. Saya beserta tim bahkan harus langsung melakukan pijat jantung karena nadinya nyaris tak teraba. Tidak tanggung-tanggung, selama dilakukan pertolongan, darah masih saja mengucur deras dari hidung dan mulut pasien yang sudah tidak sadarkan diri. Jumlahnya pun fantastis hingga satu liter darah merah segar tidak henti mengalir.
Selain pijat jantung, pertolongan melalui obat-obatan kegawatdaruratan bahkan hingga enam botol infus ukuran setengah liter pun diberikan. Sayang, masih belum mampu membuat nadina teraba kuat. Hingga akhirnya pertolongan maksimal selama dua jam belum mampu menyelamatkan nyawanya.
Sebegitu bahaya kah TB hingga berujung pada kematian? Iya! Bakteri TB yang tidak segera diobati akan terus bersemayam di dalam paru-paru manusia hingga akhirnya hanya menunggu waktu saja. Mycobacterium tubercuosis akan menggerogoti paru-paru hingga dapat menyebar ke bagian lain seperti tulang (Lihat kisah TBC Tulang Si Rendi di Kumuhnya Jakarta).
Ketika batuk terlalu keras, maka pembuluh darah yang mulai rapuh akibat serangan bakteri TB di paru-paru akan pecah. Jika pembuluh darah di saluran napas besar yang pecah, maka sangat membahayakan. Perdarahan hebat akan terjadi mirip seperti muntah darah. Perdarahan merah segar tanpa bercampur nasi merupakan ciri khas perdarahan dari saluran napas. Ibu Mawar salah satu korbannya. Sama seperti mimisan dimana permbuluh darah di hidung pecah dan terus mengalir deras, pecahnya pembuluh darah di saluran napas akan begitu pula.
Keluarnya darah berlebihan dari dalam tubuh akan membuat keseimbangan cairan di dalam tubuh goyang. Jika darah yang keluar lebih dari satu liter, maka tubuh akan drop hingga tidak sadarkan diri. Hal ini tentunya akan mengganggu kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Jika kehilangan banyak darah maka darah yang masuk ke berbagai organ tubuh pun berkurang. Kematian organ-organ tubuhpun terjadi secara cepat hanya karena hal sepele, batuk darah.
TB dapat diobati
Kasus yang menimpa Ibu Mawar ini terjadi ketika saya mengabdi sebagai Pencerah Nusantara di Desa Tosari, lereng Bromo. Harusnya TB tidak sampai menyebabkan kematian jika dapat diketahui lebih awal dan diobati. Hal ini jelas terlihat dari anak ketiga Ibu Mawar yang saat ini berusia dua tahun dan pernah menjalani pengobatan TB. Jika ada satu anak kecil ketahuan menderita TB, artinya ada orang dewasa di sekitarnya yang menjadi sumber penularan.
Untuk balita, biasanya ibu akan ditanyakan terlebih dahulu karena berpeluang menjadi sumber penularan. Sayangnya, disini terputus informasi sehingga Ibu Mawar tidak pernah tahu bahwa dirinya menderita TB sama seperti putri bungsunya. Padahal, setiap harinya ia menderita batuk namun tidak pernah berobat ke tenaga kesehatan lantaran menganggap dirinya sehat.
Kurangnya kepekaan terhadap TB ini dipengaruhi oleh buruknya pengetahuan tentang TB juga di masyakarat. Batuk bertahun-tahun yang Ibu Mawar rasakan walau belum sampai mengeluarkan batuk darah selama ini hanya dianggap batuk biasa. Padahal, penting untuk memeriksakan diri terhadap ada tidaknya TB jika batuk dalam tiga minggu tidak ada perubahan.
Selain batuk berkepanjangan maupun batuk berdarah, TB dapat diamati dari penurunan berat badan dimana penderita tidak dalam upaya diet tertentu. Namun, di beberapa daerah dimana mayoritas masyarakatnya perokok baik aktif maupun pasif, lagi-lagi ciri batuk mengarah pada TB ini sulit diamati karena warga akan dengan mudah berkata "Ah…ini paling hanya batuk biasa lantaran saya sedang banyak merokok".
Oleh karenanya, saya tidak bosan mengimbau untuk lebih peduli terhadap orang-orang di sekitar kita. Jika menemukan ciri-ciri seperti berikut, ajaklah mereka ke tenaga kesehatan untuk diperiksa dahaknya :
- Batuk berkepanjangan lebih dari 3 minggu tidak sembuh-sembuh
- Batuk berulang-ulang (mudah batuk)
- Batuk hingga mengeluarkan darah
- Berat badan turun (biasanya 10 persen dari BB semula dalam sebulan)
- Ada keluarga/tetangga yang pernah menderita TB/sedang mendapatkan pengobatan TB
Bagaimana pun cara menentukan ada tidaknya TB hanya dapat dilakukan di pusat pelayanan kesehatan, salah satunya Puskesmas sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan. Tak perlu ragu berkunjung ke Puskesmas untuk memeriksakan diri. Tidak perlu takut pula karena pengobatan TB ditanggung sepenuhnya oleh negara alias gratis. Tentu hal ini penting karena pengobatan TB bukan hanya sehari dua hari minum obat tetapi harus teratur minimal enam bulan.
Keluarga berperan penting
keluarga juga memegang peranan penting menjadi Pengawas Minum Obat (PMO) mengingat pasien TB harus minum obat teratur dan tidak boleh terputus obat walau hanya sehari sekali pun. Hal ini dikarenakan Mycobacterium tubercolosis merupakan bakteri jenis tahan asam yang mempunyai daya bertahan cukup kuat di dalam tubuh manusia sehingga dia dapat tidur sementara dan kembali tumbuh ketika daya tubuh kita melemah.
Karenanya, melawan bakteri TB dibutuhkan kombinasi obat-obatan bukan hanya satu melainkan minimal tiga obat. Keseluruhannya harus diminum secara teratur agar bakteri terbunuh maksimal dan tidak muncul kembali. Matinya bakteri ini akan menguntungkan karena pasien tidak lagi menjadi sumber penularan bagi orang lain.
Mudah menular tapi mudah dicegah
Bakteri TB memang sangat mudah ditularkan karena hanya melalui udara saja. Batuk/bersin yang tidak ditutup dengan mudah menjadi cara menularkan bakteri ini ke orang lain. Bahkan tidak jarang, kita merasa badan sehat-sehat saja padahal sudah menyimpan bakteri TB yang sedang tidur. Oleh karenanya, tidak berlebihan jika satu orang dewasa dengan TB dapat membunuh seribu anak.
TB sangat mudah diderita oleh anak. Tapi jangan khawatir, makanan bergizi dan juga kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar dapat mencegah penularan TB. Caranya mudah, temukan gejala-gejala TB dan obati orang yang anda duga menderita TB agar sehat dan tidak menularkan penyakitnya lagi, baik sengaja maupun tidak.
Selain itu, lindungi bayi anda dengan memberikan imunisasi BCG. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi dan gaya hidup sehat tidak merokok juga akan menjauhkan anda dari tertularnya TB.
Anda sedang membaca artikel tentang
Tuberkolusis yang Merenggut Nyawa
Dengan url
http://mitoraboutpregnancy.blogspot.com/2013/01/tuberkolusis-yang-merenggut-nyawa.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Tuberkolusis yang Merenggut Nyawa
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Tuberkolusis yang Merenggut Nyawa
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar