Oleh Runik Sri Astuti
Yang tidak kalah menarik dari wisata sungai ini adanya belasan pulau kecil berjejer di tengah-tengah sungai.
-- Thamrin Munthe
Bertahun silam, Kota Tanjung Balai di Provinsi Sumatera Utara menjadi jantung perdagangan ekspor rempah ke beberapa negara melalui Selat Malaka. Di era kemerdekaan, sebelum Orde Baru, kota di ujung tanjung ini menjadi pusat pemberangkatan haji.
Kini, di tengah era modernisasi dan globalisasi, kawasan di hilir Danau Toba ini pun merajut kembali kejayaannya melalui industri pariwisata.
Puluhan pelajar putra dan putri berpakaian tradisional berada di tengah lapangan pasir Sultan Abdul Jalil Rahmansyah di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, Sabtu (15/12/2012). Dengan gerakan gemulai, mereka menari mengikuti irama musik gendang, khas masyarakat di pesisir utara Pulau Sumatera itu.
Itulah secuil suasana acara Tanjung Balai dan Toba Culture Festival 2012 yang dibuka Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar. Kegiatan yang menampilkan budaya lokal seperti musik Gordang Sembilan dan sendratari Gubang ini diharapkan mampu menjadi salah satu media untuk mempromosikan destinasi pariwisata Tanjung Balai kepada wisatawan asing ataupun Nusantara.
Keberadaan acara festival Tanjung Balai yang digelar pertama kali ini menambah panjang daftar atraksi wisata di Tanjung Balai. Sebelumnya ada lomba perahu naga di Sungai Asahan dan Sungai Silau, serta pesta kerang yang digelar rutin setiap tahun.
Sapta mengatakan, pariwisata merupakan penggerak mesin ekonomi yang luar biasa bagi masyarakat. Alasannya, sektor ini mampu menggerakkan beragam sektor lain seperti jasa penginapan, restoran, dan perdagangan, bahkan industri kreatif. Contohnya, industri kerajinan yang memproduksi suvenir dan industri makanan khas.
Secara geografis, Tanjung Balai berada di sebelah timur Kota Medan, ibu Kota Provinsi Sumatera Utara. Letaknya yang berseberangan dengan Pelabuhan Klang di Negeri Selangor, Malaysia, menjadikannya sebagai pintu gerbang masuknya wisatawan asing ke Pulau Sumatera. Utamanya mereka yang ingin berwisata ke Danau Toba.
Perjalanan dari Klang menuju Tanjung Balai hanya memakan waktu 4 jam menggunakan feri yang mengarungi Selat Malaka. Waktu tempuh ini lebih pendek dibandingkan melalui Bandara Polonia di Medan yang memakan waktu 5 jam. Apalagi, saat ini sudah ada minimal dua kapal feri yang melayani penumpang setiap hari. Pada hari libur atau musim liburan, kapal feri yang beroperasi bertambah menjadi empat unit untuk perjalanan pergi-pulang.
Potensi wisatawan dari Malaysia yang bisa dijaring Tanjung Balai sangat besar. Duta Besar Indonesia di Malaysia Herman Prayitno mengatakan, ada 500.000 orang keturunan suku Batak yang menjadi warga negara Malaysia. Mereka berpotensi berkunjung ke Pulau Sumatera untuk berwisata ataupun mengunjungi kerabat.
Potensi ini sangat sayang jika tidak dimaksimalkan. Sebab, seperti disampaikan Sapta, setiap kunjungan wisatawan mancanegara memberi dampak luar biasa terhadap pembangunan ekonomi di suatu daerah. Semakin lama para wisatawan ini menetap, semakin besar pendapatan yang diperoleh warga lokal.
Wali Kota Tanjung Balai Thamrin Munthe mengatakan, ada banyak alasan bagi wisatawan untuk tinggal berlama di tempatnya. Salah satunya karena beragamnya destinasi pariwisata yang dimiliki kota seluas 199 hektar ini. Sebut saja wisata mengarungi Sungai Asahan dengan berperahu tradisional seperti yang biasa dipakai nelayan.
Pengunjung dapat menikmati sensasi menyusuri sungai yang mendapat limpahan air dari Danau Toba ini. Menariknya, Sungai Asahan terkenal dengan airnya yang tenang, tidak berarus deras sehingga perjalanan berperahu bisa dilakukan dengan santai. Dari atas perahu, pengunjung leluasa menikmati pemandangan alam yang tidak saja indah, tetapi juga masih perawan.
"Yang tidak kalah menarik dari wisata sungai ini adanya belasan pulau kecil berjejer di tengah-tengah sungai. Pulau ini masih perawan dan berpotensi untuk dikembangkan oleh para investor menjadi obyek wisata menarik," katanya.
Sebagai kota tua di Sumut, Tanjung Balai berpotensi mengembangkan wisata heritage. Sejumlah bangunan kuno peninggalan Belanda terlihat masih mendominasi seperti di Jalan Asahan. Terdapat pula Masjid Raya peninggalan Kesultanan Asahan dan bangunan tempat ibadah seperti kelenteng serta wihara yang terawat apik. Ini juga menjadi cermin betapa toleransi kehidupan beragama di kota ini sangat luar biasa.
Wakil Wali Kota Tanjung Balai Rolel Harahap menambahkan, pesona lain yang tak kalah menarik adalah beragamnya makanan khas dan budaya tradisional yang terjaga kelestariannya. Sebut saja tradisi makan bajambar, yakni makan bersama secara lesehan. Menu yang disajikan biasanya makanan khas seperti masakan kerang, gulai kepala ikan, dan pajri nanas—semacam manisan berbahan buah nanas.
Dengan potensi yang dimiliki saat ini, Tanjung Balai mencuri perhatian wisatawan mancanegara. Setidaknya 3.000 wisatawan asal Malaysia berkunjung tiap tahun dan total ada 11.500 wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sumut melalui Pelabuhan Teluk Nibung selama 2011. Namun, untuk membangun mesin ekonomi rakyat, jumlah kunjungan wisatawan itu dirasa masih belum cukup. Apalagi, potensinya sangat besar, 500.000 orang.
Untuk mendongkrak kunjungan itu, pihak terkait melakukan sejumlah terobosan untuk mengembangkan sektor pariwisata, termasuk mengubah pola pikir masyarakat sebagai pelaku dalam industri pariwisata.
Ikuti twitter Kompas Travel di @KompasTravel
Anda sedang membaca artikel tentang
Kejayaan Mutiara Selat Malaka
Dengan url
http://mitoraboutpregnancy.blogspot.com/2013/02/kejayaan-mutiara-selat-malaka.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Kejayaan Mutiara Selat Malaka
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar