"Kalau KPU ingin mengamankan data, kenapa Lemsaneg? Mengapa KPU tidak kerja sama dengan BPPT yang memang kerjanya di bidang teknologi. Katanya, KPU kan ingin mengamankan data berbasis data teknologi," kata Ketua Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampouw saat dihubungi, Senin (30/9/2013).
Dia mengatakan, pelibatan Lemsaneg dalam penyelenggaraan pemilu bertentangan dengan azas penyelenggaraan pemilu yang transparan dan akuntabel. Pasalnya, Jeirry menilai, Lemsaneg adalah lembaga yang diberi wewenang mengamankan data yang bersifat rahasia negara dan tidak dapat diungkapkan ke publik. Padahal, data pemilu adalah data publik yang seharusnya dapat diakses setiap anggota masyarakat.
"Prinsip pemilu itu kan transparan dan akuntabel. Kalau melibatkan Lemsaneg, jadi bertentangan dengan prinsip itu," katanya.
Dia mensinyalir, langkah KPU melibatkan institusi berbau militer itu karena KPU tahu kecurangan dan manipulasi data pada penyelenggaraan Pemilu 2009 lalu. Di sisi lain, menurutnya, Lemsaneg, dengan inisiatifnya sendiri ikut memantau hasil perolehan suara Pemilu 2004 dan 2009 dan mengetahui kebocoran data dan kecurangan dalam pesta demokrasi saat itu.
"Jangan-jangan pada pemilu 2004 dan 2009 lalu, khususnya 2009 ada pengalaman data bocor dan dimainkan pihak tertentu yang tidak terungkap di publik. Saya curiga, KPU tahu hal (kecurangan) itu, dan tidak mau terulang lagi pada Pemilu 2014 makanya mereka melibatkan Lemsaneg," papar Jeirry.
Jeirry juga mengatakan, banyak kecurigaan atas penyelenggaraan dan hasil pemungutan suara pada Pemilu 2009. Ia menilai, KPU mengetahui kecurangan dalam hasil pemilu tersebut dan ingin mencegahnya terjadi pada Pemilu 2014 mendatang. Kecurangan itulah, kata dia, yang harus diungkapkan kepada publik. KPU seharusnya secara transparan mengungkapkan, data apa sebenarnya yang perlu diamankan Lemsaneg.
Selain itu, kata Jeirry, KPU harus menyampaikan kepada publik potensi kebocoran apa yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan pemilu dan mampu dicegah Lemsaneg. "Perlu diungkap secara transparan, bagian mana data yang akan diamankan. Kalau Lemsaneg bilang ada kebocoran, bagian mana data yang dibocorkan, pihak mana yang membocorkan? saya tidak tahu apakah ini kecurgiaan atau berdasar pengalaman Lemsaneg. Kalau kita lihat sejarahnya dan analisis kepentingan Lemsaneg, saya lihat tidak ada kepentingan Lemsaneg dalam pemilu." kata Jeirry.
Minta bantuan Lemsaneg
KPU meminta bantuan Lemsaneg untuk menjaga penyampaian hasil pemungutan suara Pemilu 2014. Selain dengan pengamanan sistem informasi dan teknologi milik KPU, Lemsaneg juga menerjunkan anggotanya di beberapa daerah.
"Jadi, nanti semua perolehan hasil pemungutan suara dari TPS (tempat pemungutan suara) itu kami kirim melalui jalur yang paling aman. Tidak akan disadap, diretas, dimanipulasi, dan diubah-ubah," ujar Kepala Lemsaneg Mayjen TNI Djoko Setiadi usai penandatangan nota kesepahaman dengan KPU, Selasa (24/9/2013) di Gedung KPU, Jakarta.
Ia menyatakan, hasil perolehan suara merupakan hal terpenting dalam proses pemungutan suara. Penjagaan oleh pihaknya, ujar Djoko, untuk menjamin rekapitulasi perolehan suara di setiap tingkatan sama.
"Jadi hasil perolehan di titik TPS harus sama dengan yang sampai di pusat. Itu yang kami jaga," lanjutnya.
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia Said Salahudin mengatakan, nota kesepahaman antara KPU dengan Lemsaneg menguntungkan Partai Demokrat. Pasalnya, Lemasaneg bertanggung jawab langsung kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga Ketua Dewan Pembina Demokrat. KPU membantah tudingan tersebut.
Komisioner Hadar Nafis Gumay menyatakan, masyarakat tetap dapat mengakses data tersebut dan memastikan hasilnya tidak berubah.
"Lemsaneg hanya memastikan pihak luar tidak bisa mengacak-acak data, bukan malah membuat data tidak bisa diakses masyarakat. Data pemilu tetap akan dibuka ke semua pihak. Sebab ini data publik," ujar Hadar, Jumat (27/9/2013).
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary